Jumat, 16 April 2010
Kartini - Tentang Perempuan
- Jangan bertanya apakah saya mau, bertanyalah kepada saya apakah saya boleh?
Hanya terbuka dua jalan bagi anak perempuan Bumiputra untuk menempuh hidupnya: kawin atau aib! ... "Raden Ayu atau ronggeng" ...
...
Dan pada tahun-tahun kemudian, kalau Ni ingat akan hal ini semua benar-benar ia dapat mengerti mengapa orang laki-laki selalu mementingkan diri sendiri. Bukankah asal mula dan sesungguhnya, diajarkan kepadanya sebagai anak untuk mengutamakan diri pribadi dan ... hal itu terutama diajarkan oleh ibunya.
Sejak masa kanak-kanaknya diajarkan kepadanya, menganggap anak perempuan, orang perempuan, sebagai makhluk yang lebih rendah derajatnya daripadanya. Bukankah Ni sering, sering sekali mendengar ibunya, bibi-bibinya, kenalan-kenalannya perempuan dengan nada mengejek, menghina mengatakan: "anak perempuan, ia cuma anak perempuan!"
Jadi perempuan sendirilah yang mengajar laki-laki memandang rendah terhadap perempuan.
Darah Ni mendidih apabila mendengar orang perempuan berbicara tentang anak perempuan dengan nada mengejek dan menghina. "Orang perempuan itu bukan apa-apa. Orang perempuan itu diciptakan untuk orang laki-laki, untuk kesenangannya. Mereka dapat berbuat sekehendaknya terhadap orang perempuan," terdengar oleh telinga Ni sebagai gelak setan yang mengejek dan menghina. Mata Ni menyala-nyala. Dengan geram dikepalkannya tangannya dan dirapatkanlah bibirnya erat-erat karena marah yang memuncak.
"Tidak, tidak!" ia berteriak dan berseru dalam hatinya yang berdebar-debar: "kami manusia, seperti halnya orang laki-laki. Aduh, berilah izin untuk membuktikannya. Lepaskan belenggu saya! Izinkan saya berbuat dan saya akan menunjukkan, bahwa saya manusia. Manusia, seperti laki-laki."
Dan ia memilin diri dan menggeliat-geliat, menarik, dan menyentak; tetapi rantainya kuat mengikat erat pergelangan tangan dan mata kakinya yang ramping. Ia luka-luka, tetapi tak berhasil mematahkannya.
Ketika kakaknya mendengar tentang keinginannya yang menyala-nyala akan kebebasan, kemandirian, dan kemerdekaan, sambil tertawa ia melontarkan kata-kata ejekan, "jelas kamu dapat berdiri sendiri, kalau kamu berjalan di muka gamelan."
Ungkapan yang kejam ini menyayat hatinya. Dia tidak mempedulikan hinaan yang dilemparkan ke kepalanya. Dia hanya melihat kenyataan kasar yang telanjang, yang tiba-tiba tampak di depan matanya, yaitu hanya terbuka dua jalan bagi anak perempuan Bumiputra untuk menempuh hidupnya: kawin atau aib!
Hatinya mengerut kecil karena penderitaan batin yang dahsyat. Hatinya mengerang, mengaduh, "Raden Ayu atau ronggeng!" Oh Tuhan! Oh Tuhan! Di satu pihak diserahkan kepada kesewenang-wenangan orang laki-laki dan di pihak lain kepada keaiban. Dapatkah ia belajar tawakal? Dalam kepalanya yang muda, ratusan pikiran berputar dan bergulung dalam kegelisahan. Dalam hatinya karena perlawanan terhadap keadaan zaman, jiwanya menjadi matang. Ia tidak akan, tidak mau tunduk; ia harus menempuh jalan baru. Tapi bagaimana, ia belum tahu. Dalam otaknya yang bodoh masih sangat gelap dan kusut, tetapi ia mau, itu pasti.
---
(dn'2010)
Surat Kartini kepada Ny.Abendanon
dokumen 2: Agustus 1900
(buku Kartini - Surat Kepada Ny.R.M.Abendanon-Mandri dan suaminya
Djambatan, 1992, hal 20-21)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar