Rabu, 07 April 2010
Drupadi Dalam Genggaman Dendam - 3
Bagian 3
Upacara Raja Surya
Setelah masa pembuangan, Pandhawa kembali ke Hastina. Dretarastra kemudian memberikan wilayah Kandhaphrasta untuk Pandhawa. Wilayah ini adalah kota tua, bekas ibu kota yang tinggal puing-puing reruntuhan bekas istana. Pandhawa kemudian membangun kembali istana itu dan wilayah itu. Bekas reruntuhan istana itu oleh Pandhawa disulap menjadi istana yang megah dan asri. Kandhaphrasta kemudian diubah namanya menjadi Indraphrasta atau Amarta. Dan Yudhistira sebagai anak pertama yang memimpin adik-adiknya kemudian diangkat menjadi raja.
Setelah waktunya cukup, Yudistira lalu menyelenggarakan upacara Rajasuya di Indraprastha, sebagai doa permohonan kepada dewata, dan sebagai tanda kemenangan Pandhawa.Seluruh kesatria di penjuru Bharatawarsha diundang, termasuk sepupunya yang licik dan selalu iri, yaitu Duryodana. Duryodana dan Dursasana terkagum-kagum dengan suasana balairung Istana Indraprastha. Mereka tidak tahu bahwa di tengah-tengah istana ada kolam. Air kolam begitu jernih sehingga dasarnya kelihatan sehingga tidak tampak seperti kolam. Duryodana dan Dursasana tidak mengetahuinya lalu mereka tercebur. Melihat hal itu, Drupadi tertawa terbahak-bahak. Duryodana dan Dursasana sangat malu. Mereka tidak dapat melupakan penghinaan tersebut, apalagi yang menertawai mereka adalah Drupadi yang sangat mereka kagumi kecantikannya.
Ketika tiba waktunya untuk memberikan jamuan kepada para undangan, sudah menjadi tradisi bahwa tamu yang paling dihormati yang pertama kali mendapat jamuan. Atas usul Bisma, Yudistira memberikan jamuan pertama kepada Sri Khrisna. Melihat hal itu, Sisupala, saudara sepupu Sri Khrisna, menjadi keberatan dan menghina Sri Khrisna. Penghinaan itu diterima Khrisna bertubi-tubi sampai kemarahannya memuncak. Sisupala dibunuh dengan Cakra Sudarsana. Pada waktu menarik Cakra, tangan Sri Khrisna mengeluarkan darah. Melihat hal tersebut, Drupadi segera menyobek kain sari-nya untuk membalut luka Sri Khrisna. Pertolongan itu tidak dapat dilupakan Sri Khrisna.
Permainan Dadu
Setelah menghadiri upacara Rajasuya, Duryodana merasa iri kepada Yudistira yang memiliki harta berlimpah dan istana yang megah. Melihat keponakannya termenung, muncul gagasan jahat dari Sangkuni. Ia menyuruh keponakannya, Duryodana, agar mengundang Yudistira main dadu dengan taruhan harta, istana, dan kerajaan di Indraprastha. Duryodana menerima usul tersebut karena yakin pamannya, Sangkuni, merupakan ahlinya permainan dadu dan harapan untuk merebut kekayaan Yudistira ada di tangan pamannya. Duryodana menghasut ayahnya, Dretarastra, agar mengizinkannya bermain dadu. Yudistira yang juga suka main dadu, tidak menolak untuk diundang.
Yudistira mempertaruhkan harta, istana, dan kerajaannya setelah dihasut oleh Duryodana dan Sangkuni. Karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk dipertaruhkan, maka ia mempertaruhkan saudara-saudaranya, termasuk istrinya, Drupadi. Akhirnya Yudistira kalah dan Drupadi diminta untuk hadir di arena judi karena sudah menjadi milik Duryodana. Duryodana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Drupadi, namun Drupadi menolak. Setelah gagal, Duryodana menyuruh Dursasana, adiknya, untuk menjemput Drupadi. Drupadi yang menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami-suaminya berkumpul. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta untuk menanggalkan bajunya, namun Drupadi menolak. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Drupadi, namun kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Khrisna yang melihat Drupadi dalam bahaya. Pertolongan Khrisna disebabkan karena perbuatan Drupadi yang membalut luka Sri Khrisna pada saat upacara Rajasuya di Indraprastha.
Drupadi yang tidak berdaya, melihat satu persatu yang hadir di arena perjudian istana Hastina, para pembesar, para kesatria para tetua yang dihormati dan disegani, Bisma, Dretarastra, dan para pembesar yang diam terpaku menyaksikan perbuatan Dursasana. Pandhawa, suami-suaminya yang tidak berdaya tidak mampu membela isterinya yang diperlakukan kasar dan dipermalukan. Harga dirinya yang merasa direndahkan. Drupadi dalam puncak kekecewaan, kemarahan, sakit hati yang sangat. Rasa muak menggelegak dalam dirinya, kebenciannya memuncak. Kepiluannya mengiris batinnya atas semua ketidakberdayaan ini. Kesedihan dan kemarahannya tidak tahu harus ia tumpahkan pada siapa. Sesaat dunia serasa berhenti berputar, yang terdengar hanya degup jantungnya yang berdetak kencang, dan airmata yang meleleh dipipinya.
Drupadi seorang diri, yah ia merasakan kesendiriannya di tengah-tengah para suaminya yang tertunduk tak berdaya. Dimana semua kesatria yang gagah perkasa itu, dimana. Dimana laki-laki sempurna yang dia banggakan itu. Kegelapan menyelimuti jiwanya. Harapannya untuk mnjadi wanita sempurna musnah. Dan sesaat sorot mata Khrisna menyadarkannya kembali, akan siapa dirinya dan apa tujuan hidupnya. Drupadi bangkit berdiri, dan diam seribu bahasa. Dikumpulkannya seluruh sisa kekuatan hidupnya. Ya, inilah Drupadi. Inilah jalan yang telah ia pilih, inilah takdir yang telah ia ikuti.
Drupadi lahir dari api suci, lahir dari dendam seorang ayah yang telah merasa dipermalukan, dan kini hadir disini di Hastina ini sesuai tujuan hidupnya. Drupadi merasakan api kemarahannya memuncak. Inilah puncak dendam Drupadi. Dursasana kelak kamu akan menerima pembalasannya. Rambut yang kamu jambak ini akan tetap terurai, sampai kelak aku keramas dengan darahmu, demikian sumpah Drupadi.
Para Pandhawa yang merasa tertipu dan dipermalukan, memendam semua ini untuk suatu saat membalasnya. Bima yang melihat Drupadi dipermalukan, bersumpah akan meremukkan kepala Dursasana, menghancurkan tubuhnya dan meminum darahnya. (dn'2010)
Bersambung
Bagikan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar